Resensi Buku Ulumul Qur'an Dr. Hj. Oom Mukarromah
Oleh Kelompok 5 kelas PAI IB:
Athifah
Ali Bukkar M (210414004)
Bagus
Virgiawan (210414040)
Ratu
Fitria Nova (210414081)
IDENTITAS BUKU
Judul buku :
ULUMUL QUR’AN
Penulis :
Dr. Hj. Oom Mukarromah, M.Hum
Penerbit :
PT RAJA GRAFINDO PERSADA
Tahun Terbit :
2013
Jumlah Halaman :
134 halaman
Nomor Edisi :
ISBN 978-979-769-624-5
SINOPSIS
Al-Quran sebagai way of live harus dijadikan prinsip dalam
hidup ini jika kita ingin selamat di dunia dan akhirat. Oleh karenanya orang
yang berusaha memahami isi kandungan Al-Quran merupakan pekerjaan mulia yang
harus kita kembangkan. Berkaitan dengan hal tersebut banyak orang yang berusaha
menafsirkan ayat-ayat Al-Quran dengan berbagal metode dan coraknya. Baik yang
bersifat bil ma’tsur ataupun birra’yi. Namun dalam metode dan
corak penafsiran Al- Quran tersebut perlu diklarifikasi, karena ada yang makbul
(diterima dan dapat dijadikan pegangan) dan ada juga yang mardud (ditolak dan
tidak dapat dijadikan pegangan). Oleh karena itu,
kehadiran buku ini merupakan usaha memahami Al- Quran dalam kajian sekitar
bahasan (bagian) Ulumul Quran.
BAB I: ULUMUL QURAN DAN RUANG LINGKUP PEMBAHASANNYA
PENGERTIAN
ULUMUL AL-QURAN
Ulumul Quran merupakan ungkapan kata yang
berasal dari bahasa Arab, yang terdiri dari dua kata yakni ulum dan Al-Quran.
Kata Ulum sendiri adalah bentuk jamak dari kata `ilm yang berarti
ilmu-ilmu
Az-Zarqani
mengemukakan sebagai berikut:
مباحث تتعلق بالقران الكريم من ناحية نزوله
وتربيبه وجمعه وكتابته وقرءته
وتفسيره
وإعجازه وناسخه ودفع الشتبه عنه ونحو ذلك
“Pembahasan-pembahasan
yang berhubungan dengan, Al-Qur’an dari segi turunnya, urutan-urutannya,
pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemu’jizatannya, nasikh
mansukhnya, dan penolakan hal-hal yang menimbulkan keragu-raguan terhadap
Al-Qur’an dan lain sebagainya”.
RUANG
LINGKUP PEMBAHASAN AL-QURAN
Di dalam bab ini disebutkan beberapa
pokok persoalan Al-Quran yang dikutip dari manahil al-irfan karya az-Zarqani,
yaitu:
1. persoalan tentang tempat turunnya ayat
2. persoalan sanad Al-Qur’an
3. persoalan ada’ al-Qira’ah (tentang
cara membaca Al-Qur’an)
4. persoalan yang menyangkut lafazh-lafazh
Al-Qur’an dan ini ada tujuh macam
5. persoalan tentang makna-makna Al-Qur’an
yang berhubungan dengan hukum
6. persoalan makna Al-Qur’an yang berhubungan
dengan lafazh
BAB
II: I’JAZ Al-QURAN
PENGERTIAN
I’JAZ AL-QURAN
Kata I’jaz diambil dari kata kerja a’jaza-I’jaz
yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu.
Lebih
jauh al-Qaththan mendefinisikan I’Jaz dengan:
اظهار صدق النبى صلى الله عليه وسلم فى دعور
الرسالة باظهار عجز
العرب عن معار ضتة فى معجزته الخالدة وهي
القران وعجز الاحيال
بعدهم
“Memperlihatkan
kebenaran Nabi Saw. atas pengakuan kerasulannya, dengan cara membuktikan
kelemahan orang Arab dan generasi sesudahnya untuk menandingi kemukjizatan
Al-Qur’an.”
Di dalam bab ini juga disebutkan
unsur-unsur mukjizat, sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh Qutah dan Shihab,
diantaranya:
1. Hal atau peristiwa yang luar biasa
2. Terjadi atau dipaparkan oleh seseorang
yang mengaku Nabi
3. Mengandung tantangan terhadap mereka yang
meragukan kenabian
4. Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal
dilayani
5.
DASAR
DAN URGENSI PEMBAHASAN I’JAZ AL-QURAN
1. Dasar Pembahasan I’jaz Al-Quran
Di antara faktor yang mendasari
urgensi pembahasan I’jaz Al-Qur’an adalah kenyataan bahwa persoalan ini
merupakan salah satu di antara cabang-cabang pokok bahasan Ulumul Qur’an (ilmu
tafsir).
2. Urgensi Pembahasan I’jaz Al-Quran
a. Tataran Teologis
b. Tataran Akademis
BUKTI
HISTORIS KEGAGALAN MENANDINGI AL-QURAN
Nabi memintanya untuk menandingi Al-Qur’an
dalam tiga tahapan:
1. Mendatangkan semisal Al-Quran secara
keseluruhan
2. Mendatagkan sepuluh surat yang menyamai
surat-surat yang ada dalam Al-Quran
3. Mendatangkan satu surat saja yang menyamai
surat-surat yang ada dalam Al-Quran
MUKJIZAT
AL-QURAN BERUPA GAYA BAHASA
Quraish Shihab menjelaskan bahwa ciri-ciri
gaya bahasa Al-Qur’an dapat dilihat pada tiga poin yaitu :
1. Susunan Kata dan Kalimat Al-Quran
a.
Nada
dan lagamnya yang unik
b.
Singkat
dan padat
c.
Memuaskan
para pemikir dan orang awam
d.
Memuaskan
akal dan jiwa
e.
Keindahan
dan ketetapan maknanya
2. Keseimbangan Redaksi
a.
Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya,
b.
keseimbangan
jumlah bilangan kata dengan sinonim atau makna kata yang dikandungnya
c.
Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukan akibatnya
d.
Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan penyebabnya
e.
Disamping
keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbangan khusus
3. Ketelitian Redaksinya
PERBEDAAN
PENDAPAT TENTANG ASPEK-ASPEK KEMUKJIZATAN AL-QURAN
1. Menurut Sebagian Ulama
Sebagian
ulama berpendapat bahwa segi kemukjizatan Al-Qur’an terkandung dalam Al-Qur’an
itu sendiri, yaitu susunan yang tersendiri dan berbeda dengan bentuk puisi
orang Arab maupun bentuk prosanya, baik dalam permulaannya, suku kalimatnya
maupun dalam penguasaannya.
2. Menurut Ash-Shabuni
Ash-Shabuni
mengemukakan segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an seperti berikut ini:
a. Susunannya yang indah dan berbeda dengan
karya-karya yang ada dalam bahasa orang-orang Arab.
b. Adanya uslub (style) yang berbeda
dengan uslub-uslub bahasa Arab.
c. Sifat keagungannya yang tak memungkinkan
seseorang untuk mendatangkan yang serupa dengannya.
d. Bentuk undang-undang di dalamnya sangat
rinci dan sempurna melebihi undang-undang buatan manusia.
e. Mengabarkan ha1-hal gaib yang tidak dapat
diketahui, kecuali melalui wahyu.
BAB
III: MENGENAL RASM AL-QURAN
PENGERTIAN
RASM AL-QURAN
Rasm Al-Quran berasal dari kata rasama
yarsamu, berarti menggambar atau melukis. Yang dimaksud dalam pembahasan
ini adalah melukis kalimat dengan merangkai huruf-huruf hijaiyah. Dengan kata
lain, Ilmu Rasm Al-Qur’an adalah ilmu yang mempelajari tentang penulisan mushaf
Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan
lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakannya.
RASM
UTSMANI
Rasm Utsmani adalah tata cara menuliskan
Al-Qur’an yang ditetapkan pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Tata cara
penulisan itu dijadikan standar dalam penulisan kembali atau penggandaan mushaf
Al-Qur’an. Tata cara penulisan ini lebih populer dengan nama Rasm Utsmani.
Istilah ini lahir bersamaan dengan lahirnya mushaf Utsman, yaitu mushaf yang
ditulis panitia empat yang terdiri atas Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair,
Sa’id bin a1-Ash, dan Abdurrahman bin a1-Harits, mushaf Utsman ditulis dengan
kaidah-kaidah tertentu.
HUBUNGAN
RASM DENGAN PEMAHAMAN AL-QURAN
Cara penulisan Al-Qur’an (rasm Al-Qur’an)
dapat mempengaruhi pemahaman Al-Qur’an meskipun tidak selamanya demikian.
Sebagai contoh, perbedaan Rasm Utsmani (Mushaf Utsman) dengan rasm
lainnya sebagaimana terkristal dalam keragaman cara membacanya (qira‘at)
Al-Qur’an terkadang berpengaruh pula dalam memahami Al-Qur’an.
PERBEDAAN
RASM UTSMANI DENGAN RASM BIASA
Rasm Utsmani memiliki kaidah tertentu yang
diringkas oleh para ulama menjadi enam istilah. Kaidah ini sekaligus
membedakannya dengan rasm biasa. Keenam kaidah itu adalah sebagai berikut:
1. Al-Hadzhf (membuang, menghilangkan, atau
meniadakan huruf)
2. Al-Jiyadah (penambahan)
3. Al-Hamzah
4.
Badal (penggantian)
5.
Washal dan fashl (penyambung dan pemisahan)
6.
Kata yang dibaca dua bunyi
BAB IV:
QASHASH (KISAH-KISAH) DALAM AL-QUR’AN
PENGERTIAN QASHASH AL-QUR’AN
Kata qashash berasal dari bahasa Arab yang merupakan
bentuk jamak dari kata qishash yang berarti tatabbu al-atsar
(napak tilas/mengulang Kembali masa lalu). Secara etimologi Al-Qashash juga
berarti urusan (al-amr) berita (khabar), dan keadaan (hal).
Unsur-unsur qashash:
1.
Pelaku
2.
Peristiwa
a.
Peristiwa yang berkelanjutan
b.
Peristiwa yang dianggap luar biasa
c.
Peristiwa yang dianggap biasa
3.
Percakapan (dialog)
MACAM-MACAM QASHASH AL-QUR’AN
1.
Dilihat dari sisi pelaku
a.
Kisah para nabi terdahulu
b. Kisah yang berhubungan dengan kejadian pada masa lalu dan orang-orang
yang tidak disebutkan kenabiannya
c.
Kisah-kisah yang terjadi pada masa Rasulullah
2.
Dilihat dari Panjang pendeknya
a.
Kisah Panjang
b.
Kisah yang lebih pendek dari bagian yang pertama
c.
Kisah pendek
3.
Dilihat dari jenisnya
a.
Kisah sejarah (al-qashash al-tarkihiyahh)
b.
Kisah sejarah (al-qashash al-tamsiliyah)
c.
Kisah tafsir
Dalam
versi lain, Muhammad Qutub membagi kisah Al-Qur’an dalam tiga macam, yaitu :
a.
Kisah lengkap yang memuat tempat
b.
Kisah yang hanya menggambarkan peristiwa yang terjadi
c.
Kisah yang diutarakan dalam bentuk percakapan atau dialog tanpa
menyinggung nama dan tempat kejadian.
FAEDAH QASHASH AL-QUR’AN
1.
Menjelaskan prinsip-prinsip dakwah dan pokok-pokok syariat yang dibawa
olehsetiap Nabi.
2.
Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umatnya dalam menegakkan agama
Allah, serta menguatkan kepercayaan orang-orang yang beriman melalui datangnya
pertolongan Allah dan hancurnya kebatilan beserta pendukungnya.
3.
Mengungkapkan Nabi-Nabi terdahulu dan mengingatkan Kembali jejak-jejak
mereka.
4.
Memperlihatkan kebenaran Nabi Muhammad Saw. Dalam penuturannya mengenal
orang-orang terdahulu.
5.
Membuktikan kekeliruan ahli kitab yang telah menyembunyikan keterangan
dan petunjuk.
IBRAH PENGGUNAAN NAMA GELAR TOKOH DALAM QASHASH
1.
Nama Nabi, seperti
a.
Adam (QS AL-Baqarah (2) ayat 31,33,34,35,37
b.
Nuh (QS Hud (11) ayat 25,32,42,45,48,89, dan lain-lain.
2.
Nama Malaikat, seperti
a.
Jibril (QS At-Tahim (66) ayat 4 dan QS Al-Baqarah (2) ayat 97-98
b.
Mika’il 9QS Al-Baqarah (2) ayat 98, dan lain-lain.
3.
Nama Sahabat, seperti Zaid bin Harits (QS Al-Azhab (33) ayat 37.
4.
Nama tokoh non-Nabi dan Rasul, seperti
a.
Imran (QS Ali Imran (3) ayat 33,35
b.
Uzair (QS Yunus (10) ayat 30, dan lain-lain.
5.
Nama Wanita
a.
Maryam (QS Ali Imran (3) ayat 33,35 dan lain-lain.
b.
Ba’al pada ayat atad’ una ba’lan (QS Ash-Shaffat (37) ayat 125
PENGULANGAN QASHASH AL-QUR’AN DAN HIKMAHNYA
1.
Kisah Iblis tidak mau tunduk kepada Adam : surat Al-Baqarah (2)
ayat 34, syrat Al-A’raf (7) ayat 61,
surat Al-Kahfi (18) ayat 50.
2.
Kisah Kaum Nabi Luth yang melakukan perbuatan homoseks : surat Al-A’raf
(7) ayat 80,81, surat Hud (11) ayat 78.
QASHASH AL-QUR’AN DAN SURAT-SURATNYA
BAB V: AL-AMTSAL FIL QUR’AN (PERUMPAMAAN-PERUMPAMAAN DALAM AL-QUR’AN)
PENGERTIAN AMTSAL AL-QUR’AN
Amtsal adalah bentuk jamak dari kata matsal
(perumpamaan) atau mitsil (serupa), sama halnya dengan kata syabah
atau syabih. Menurut Rasyid Ridha, Amtsal merupakan kalimat yang
digunakan untuk memberi kesan dan menggerakkan hati Nurani. Bila didengar
terus, pengaruhnya akan menyentuh lubuk hati yang paling dalam.
MACAM-MACAM AMTSAL AL-QUR’AN
Menurut al-Qaththan, amtsal Al-Qur’an dapat dibagi
menjadi tiga
bagian, yaitu:
1. Amtsal Musharrahah
2. Amtsal Kaminah
3.
Amtsal Mursalah
MANFAAT AMTSAL AL-QUR’AN
1. Menampilkan sesuatu yang abstrak (yang hanya ada dalam pikiran) ke dalam sesuatu yang konkret material yang dapat diindera manusia.
2.
Menyingkap makna yang sebenarnya dan memperlihatkan hal yang gaib
melalui paparan yang nyata.
3.
Menghimpun arti yang indah dalam ungkapan yang singkat, dan lain-lain.
PENGGUNAAN AMTSAL SEBAGAI MEDIA DAKWAH
Sebagian telah diutarakan bahwa pesan yang disampaikan
melalui amtsal lebih mengena di hati; lebih mantap dalam menyampaikan nasihat;
dan lebih kuat pengaruhnya. Itulah sebabnya, Nabi Saw. Banyak menggunakan
amtsal ketika menyampaikan dakwahnya dan banyak pula juru dakwah dan pendidik
yang menyampaikan pesan-pesannya melalui media amtsal.
CONTOH-CONTOH AMTSAL DALAM AL-QUR’AN
1.
Perumpamaan tentang orang kafir
قَالَ اِنَّهٗ يَقُوۡلُ اِنَّهَا بَقَرَةٌ لَّا ذَلُوۡلٌ تُثِيۡرُ الۡاَرۡضَ وَلَا تَسۡقِى الۡحَـرۡثَ ۚ مُسَلَّمَةٌ لَّا شِيَةَ فِيۡهَا ؕ قَالُوا الۡــٴٰــنَ جِئۡتَ بِالۡحَـقِّؕ فَذَبَحُوۡهَا وَمَا كَادُوۡا يَفۡعَلُوۡنَ
“Musa berkata:
“Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu. adalah sapi betina yang
belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi
tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.” mereka berkata: “Sekarang
barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya”. Kemudian mereka
menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.” (QS
Al-Baqarah (2): 71)
BAB VI: MENGENAL AQSAM (SUMPAH-SUMPAH DALAM AL QUR’AN)
PEGERTIAN AQSAM AL-QUR’AN
Aqsam adalah bentuk jamak dari
kata qasam (sumpah). Para pakar gramatika bahasa Arab mengartikan qasam dengan
kalimat yang berfungsi menguatkan berita, sedangkan menurut Manna al-Qaththan,
qasam semakna dengan hilf dan yamin, tetapi muatan makna kata qasam lebih
tegas. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, sumpah (qasam) didefinisikan dengan
pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Tuhan atau
sesuatu yang dianggap suci bahwa apa yang dikaitkan atau dijanjikan itu benar.
UNSUR-UNSUR AQSAM DAN UNGKAPANNYA
1.
Fi’il (Kata Kerja) Transitif Huruf Ba’
2.
Muhkam Bih Adalah Sesuatu yang Dijadikan Sumpah Oleh Allah di dalam
Al-Qur’an
3.
Muqsam Alaih (Jawab Qasam)
MACAM-MACAM QASAM
a.
Qasam Dzahir
b.
Qasam Mudwar
FAEDAH PENGGUNAAN AQSAM (DIDALAM) AL-QUR’AN
1.
Memperkuat Informasi yang Hendak Disampaikan
2.
Menyempurnakan Hujjah (Argumentasi)
HUBUNGAN QASAM DENGAN AL-QUR’AN
Abu al-Qasim al-Qusyairi
menjelaskan bahwa jika Allah bersumpah dengan menyebut sesuatu berarti itu
memiliki manfaat atau memiliki keutamaan tertentu. Di antara benda yang
dijadikan sumpah oleh Allah dan memiliki keutamaan adalah Bukit Sinai,
sedangkan yang memiliki manfaat adalah buah tin dan zaitun. Atas dasar pepatah
al-Qusyairi, seorang musafir dapat memahami alasan yang menyebabkan sesuatu
digunakan sebagai objek sumpah oleh Allah. Pada gilirannya nanti, ia dapat
membangun sebuah penafsiran yang komprehensif. Berkenaan dengan sisi manfaat
yang terdapat pada benda yang dijadikan objek sumpah oleh Allah, misalnya buah
tin dan yang disebutnya itu bukan yang dimuliakan. Dan Allah memiliki kekuasaan
untuk memberikan kemuliaan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, sampai batas
waktu yang dikehendaki-Nya sendiri dilarang memuliakan sesuatu pun, kecuali
yang telah dimuliakan-Nya. Jika meyakini bahwa dengan cara itulah kebaikan
ditetapkan, ia wajib dikenakan sanksi kekufuran.
BAB VII: TAFSIR AL-QURAN PENGERTIAN TAFSIR
Kata tafsir diambil dari kata
fassara-yufassiru—tafsiran yang berarti keterangan atau uraian, al-jurjani
berpendapat bahwa kata tafsir menurut pengertian bahasa adalah al-kasyf
al-idzhar yang ardnya menyingkap (membuka) dan melahirkan.
Macam-macam Tafsir Berdasarkan Sumber-sumbernya
1.
Tafsir Bi al-Ma’tsur
Adz-Dzahabi mencatat kelemahan-kelemahan tafsir bi
alma ‘tsur, yaitu sebagai berikut:
a.
Terjadi pemalsuan dalam tafsir.
b.
Masuknya unsur Israiliyat yang didefinisikan sebagai unsur-unsur Yahudi
dan Nasrani ke dalam penafsiran Al-Qur’an.
c.
Penghilangan sanad
d.
Terjerumusnya yang mufassir ke dalam uraian kebahasaan dan kesastraan
yang bertele-tele sehingga pesan pokok Al-Qur’an menjadi kabur.
e.
Sering kali konteks turunnya ayat (asbab an-nuzul) atau sisi kronologis
turunnya ayat hukum yang dipahami dari uraian (nasikh-mansukh)
2.
Tafsir Bi ar-Ra’yi
Berdasarkan pengertian
etimologi, ra’yi berarti keyakinan (I’tiqad), analogi (qiyas), dan ijtihad. Dan
ra’yi dalam terminologi tafsir adalah ijtihad. Adz-Dzahabi mendefinisikan
tafsir bi al-ra’yi adaiah tafsir yang diambil berdasarkan ijtihad dan pemikiran
mufassir setelah mengetahui bahasa Arab dan metodenya, dalil hukum yang
ditunjukkan, serta problem penafsiran, seperti asbab nuzul, dan nasih Mansukh.
Macam-macam Tafsir Berdasarkan Metodenya
1.
Metode Tahlili
2.
Metode Ijmali (Global)
3.
Metode Muqaran (Perbandingan/Komparasi)
4.
Metode Maudhu’i (Tematik)
Ilmu Bantu Tafsir
1.
Ilmu bahasa Arab (linguistik
Arab).
2.
Ilmu Nahwu (tata bahasa).
3.
Ilmu Sharaf (konjugasi).
4.
Ilmu istiqaq (derivasi kata, etimologi).
5.
Ilmu ma’ani (retorika).
Perkembangan Tafsir Al-Qur’an
Siapa saja yang menelaah
kitab-kitab hadits, ia pasti menemukan salah satu bab yang khusus berbicara
tentang penafsiran Al-Qur’an. Pada bab itu diturunkan penafsiran-penafsiran
yang berasal dari Rasulullah Saw.
Corak-corak Tafsir dan Contoh-contohnya
1.
Tafsir Sufistik
Di
antara kitab-kitab tafsir -Sufistik adalah:
a.
Tafsir Al-Qur’an al-Adzhim, karya Imam at-Tusturi (w. 283 H).
b.
Haqaiq at-Tafsir, karya al-Allamah as-Sulami (w.-412 H).
c.
Arais al-Bayan fi Haqa’iq Al-Qur’an, karya Imam asy-Syirazi (w. 283 H).
2.
Tafsir Fiqih
Di antara kitab-kitab tafsir fiqih ialah:
a.
Ahkam Al-Qur’an, karya al-Jashash (w. 370 H).
b.
Ahkam Al-Qur’an, karya Ibn al-Arabi (w. 543 H).
c.
Al-jami’ li Ahkam Al-Qur’an, karya al-Qurthubi (w. 671 H).
d.
Al-Ikli fi Istimbatittanzil, karya Jalaluddin al-Suyuthi (w. 911 H).
3.
Tafsir Falsafi
4.
Tafsir Ilmi
5.
Tafsir Adabi ijtima’i
Di antara kitab tafsir karya Tafsir Adabi-Ijtima’i
adalah:
a.
Tafsir al-Manar, karya Rasyid Ridha (w. 1354 I-)
b.
Tafsir al-Maraghi, karya al-Maraghi (w. 1945 M).
c.
Tafsir Al-Qur’an al-Karim, karya Syaikh Mahmud Syaltut (w. 1963 M).
d.
Tafsir Dzilal al-Qur’an, karya Sayyid Quthb.
BAB VIII: URGENSI MEMBACA AL-QURAN DAN MENGINTERPRETASIKANNYA
Dimaklumi, pada awalnya istilah tafsir dan takwil dipahami sebagai dua kata yang memiliki makna sinonim, namun kemudian dalam perkembangannya kedua istilah ini dibedakan. Pada masa Rasulullah Saw. tafsir dan takwil dianggap sama (mutaradif), karena memang yang memiliki otoritas penuh dalam menjelaskan isi Al-Qur’an adalah Rasulullah sendiri. Bahkan Ibnu Jarir dalam kajian tafsirnya menggunakan istilah takwil dengan maksud tafsir. Namun seiring perjalanan waktu, istilah tafsir dan takwil memiliki pengertian, dan wilayah yang berbeda. Dalam hal ini Al-Qur’an sebagai Kalamullah mampu terbukti mencerahkan eksistensi kebenaran dan moral manusia. Kitab suci Al-Qur’an ini secara komprehensif menguraikan hakikat kebenaran untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.
BAB IX: NUZULUL QURAN
Kesempurnaan Al-Qur’an sebagai kalam Ilahi dengan
kelengkapan penafsirannya melalui lisan dan tingkah laku Rasul Allah sering
dianggap tidak mampu memberikan jawaban atas tuntutan hidup dalam kehidupan
manusia, bahkan kadang-kadang dipandang berlawanan dengan kebutuhan kehidupan.Keadaan
seperti ini sebenarnya bukan berarti Al-Qur’an dan Al-Sunnah sebagai wahyu
Allah kurang sempurna, tetapi karena kekerdiian berfikir dan keterbatasan kemampuan
manusia yang lemah. Oleh karena Al-Qur’an adalah pedoman hidup bagi manusia,
maka Allah sendiri menjamin keselamatannya sepanjang masa.
A.
Metode Al-Qur’an Diturunkan dan Nilai Manfaat
Pendidikannya Ada dua tahap penurunan Al-Qur’an
1.
Dari Lauh Mahfudz ke langit-dunia (sekaligus) pada waktu
lailatul qadar.
2.
Dari langit-dunia menuju ke bumi (secara
berangsur-angsur) dalam jarak waktu 23 tahun.
B. Indahnya Hidup Secara Qur’ani dan Keistimewaannya
Sejalan dengan itu, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern secara bertahap mengakui kebenaran isi
Al-Qur’an. Karena banyak masalah yang diungkapkan oleh Al-Qur’an semenjak 14
abad yang lalu, satu demi satu diakui dan dibuktikan kebenarannya, antara lain:
1.
Adanya makhluk hidup di angkasa luar.
2.
Proses kejadian alam.
3.
Proses kejadian manusia.
4.
Manusia dapat diluncurkan ke angkasa luar bila merasa
mampu menyiapkan energi yang dibutuhkan.
5.
Orang-orang yang diluncurkan ke angkasa luar akan
kekurangan oksigen bila mereka semakin jauh dari bumi.
6.
Manusia bisa berbuat di angkasa luar atau melakukan
aktivitas di angkasa luar.
7.
Gelombang-gelombang suara dapat direkam dan diabadikan.
8.
Teori democritus (sekitar 5 abad sebelum masehi) yang
mengatakan bahwa atom adalah benda terkecil yang tidak dapat dipecah. Hal ini
dibantah oleh Al-Qur’an.
Kelebihan dari buku ini yaitu pembahasannya mudah untuk dipahami dan dimengerti oleh pembaca, bahasa yang digunakan pun sangat jelas sehingga pembaca akan lebih mudah memahami isi dari pembahasan buku ini. Di dalam buku ini juga memberikan penjelasan yang rinci, juga disertai dengan berbagai dalil dan sumber hukum yang sesuai, yaitu dari Al-Quran dan Sunnah. Di dalam buku ini juga beberapa pernyataan dan argumentasi dari berbagai tokoh yang memiliki keahlian dan kemampuan di bidang ulumul Quran.
KEKURANGAN BUKU
Kekurangan dari buku ini yaitu bab yang dibahas di dalam buku ini tidak terlalu lengkap, seperti pembahasan mengenai asbabun nuzul dan munasabah Al-Quran dan pembahasan lainnya tidak terlalu dibahas di dalam buku ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar